Senin, 26 Maret 2012

makalah kawasan pesisir dan kelautan di kab. karimun


MAKALAH  KAWASAN  2011

DENGAN JUDUL :
SISTEM PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR DAN KELAUTAN
SECARA TERPADU DAN BERKELANJUTAN 
DI KABUPATEN KARIMUN



Logo Karimun Warna.jpg
OLEH:  SUPRIHATIN, SPd
NIP :  19770612 200502 2006





DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN KARIMUN
SMA NEGERI 3 KARIMUN
KABUPATEN KARIMUN
29 SEPTEMBER 2011



Daftar isi
I.                                          Pendahuluan.……………………………………….……1
1.    Wilayah ……………………………...................1
2.    Tujuan.……………………………...…………..2
II.                                       Konsep pandangan ……………………………………...3
III.                                   Konsep pengelolaan.……………………….....................6
A.    Strategi pengelolaan terpadu ………………... 6
B.     Strategi pengelolaan berkelanjutan ………….7
IV.                                   Penutup …………………………………..…………... 9
Daftar pustaka



















Makalah kawasan pesisir dan kelautan
Tgl. 29 September 2011 di tg. Balai karimun
Untuk guru-guru IPS




Sistem Pengelolaan Kawasan Pesisir Dan Kelautan
 Secara Terpadu Dan Berkelanjutan
Di Kabupaten Karimun

I.     PENDAHULUAN

1.      Wilayah
Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan yang memiliki beribu-ribu pulau dan sedikit daratan. Dengan daerah yang banyak maka oleh sebab itu pemerintah memberikan hak otonomi yang kita kenal otonomi daerah. Karimun mulai mengemabangkan sayapnya untuk menjadi sebuah kabupaten yaitu kabupaten karimun, semula sebuah kecamatan yang kecil sekarang sudah menjadi sebuah kabupaten baru yang cukup dikenal dengan SDA (sumber daya alamnya). Kabupaten Karimun dibentuk berdasarkan Undang-undang nomor 53 tahun 1999. Pada awal terbentuknya wilayah Kabupaten karimun terdiri dari tiga kecamatan yakni Kecamatan Karimun, Moro dan Kundur. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karimun nomor 16 tahun 2001, maka wilayah Kabupaten karimun dimekarkan menjadi 8 kecamatan, dan akhirnya berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karimun nomor 10 tahun 2004 dimekarkan lagi menjadi 9 kecamatan yaitu Kecamatan Karimun, Meral, Tebing, Kundur Kota, Kundur Utara, Kundur Barat, Durai, Moro dan Buru.
Memang wilayah karimun tidaklah besar tetapi banyak hal yang membuat para pendatang baik dari dalam negeri maupun luar negeri untuk mendatangi pulau kecil ini. Berdasarrkan luasan wilayah Kabupaten Karimun merupakan Daerah kepulauan yang mempunyai luas 7.984 kilometer persegi yang terdiri dari wilayah daratan seluas 1.524 kilometer persegi dan wilayah perairan seluas 6.460 kilometer persegi. Secara astronomis terletak antara 0 derjat 35 detik lintang utara sampai dengan 1 derjat 10 detik Lingtang Utara dan 1103 derjat 30 detik Bujur Timur sampai dengan 104 derjat Bujur Timur .
Kabupaten Karimun Berbatasan Langsung Dengan;
-  Sebelah Utara             : Selat Malaka dan Singapura
-  Sebelah Selatan          :  Kecamatan Kateman Kabupaten Indragiri Hilir
-  Sebelah Barat             :  Kecamatan Rangsang, Kabupaten Bengkalis dan
Kecamatan  Kuala  Kampar, Kabupaten Pelalawan.
-  Sebelah Timur            :  Kota Batam dan Kepulauan Riau.
Sebagai daerah kepulauan, Kabupaten Karimun memiliki 245 pulau dimana 3 diantaranya merupakan pulau-pulau yang besar, yakni pulau Karimun, Pulau Kundur dan Pulau Sugi. Dari 245 pulau tersebut dimana wilyah Kabupaten Karimun terdiri dari 73 pulau berpenghuni, 172 pulau tidak berpenghuni, 200 pulau bernama dan 45 pulau tidak bernama.

2.  TUJUAN
Dengan jumlah pulau yang banyak bahkan ada yang tidak berpenghuni memang pemerintah kabupaten karimun mempunyai kerja yang harus dilaksanakan mengapa? Kabupaten karimun  berbatasan dengan Negara luar seperti Malaysia dan Singapura manalah tahu mereka ingin mengambil pulau-pulau disekitar kita tanpa kita budi dayakan pulau tersebut apalagi  di daerah pesisir. Kabupaten Karimun dapat kita sebut sebagai daerah mega-biodiversity dalam hal keanekaragaman hayati, serta memiliki kawasan pesisir yang sangat potensial untuk berbagai opsi pembangunan. Namun demikian dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk dan pesatnya kegiatan pembangunan di wilayah pesisir, bagi berbagai peruntukan (pemukiman, perikanan, pelabuhan, obyek wisata dan lain-lain), maka tekanan ekologis terhadap ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut itu semakin meningkat. Meningkatnya tekanan ini tentunya akan dapat mengancam keberadaan dan kelangsungan ekosistem dan sumberdaya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil yang ada disekitarnya.
Satu hal yang lebih memprihatinkan adalah, bahwa kecenderungan kerusakan lingkungan pesisir dan lautan lebih disebabkan paradigma dan praktek pembangunan yang selama ini diterapkan belum sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Cenderung bersifat ekstratif serta dominasi kepentingan ekonomi pusat lebih diutamakan daripada ekonomi masyarakat setempat (pesisir). Seharusnya lebih bersifat partisipatif, transparan, dapat dipertanggung-jawabkan (accountable), efektif dan efisien, pemerataan serta mendukung supremasi hukum.
Untuk mencapai tujuan-tujuan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan, maka perlu dirumuskan suatu pengelolaan (strategic plan), mengintegrasikan setiap kepentingan dalam keseimbangan (proporsionality) antar dimensi ekologis, dimensi sosial, antar sektoral, disiplin ilmu dan segenap pelaku pembangunan (stakeholders).
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membantu memberikan solusi dalam menyusun strategi pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu dan berkelanjutan, berdasarkan analisis terhadap sejumlah isu dan permasalahan serta karakteristik wilayah pesisir. Pada saatnya diharapkan dapat tercapai tujuan-tujuan pembangunan ekonomi, perbaikan kualitas lingkungan serta menghindari adanya konflik jangka panjang di wilayah tersebut. Untuk itu perlu dilakukan reformasi paradigma dan pola pembangunan kelautan, yang meliputi perbaikan seperangkat kebijakan yang bersifat teknis dan bersifat pengaturan (governance).

II.           KONSEP PANDANGAN
Pengelolaan sumberdaya pesisir secara terpadu menghendaki adanya keberlanjutan (sustainability) dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir. Sebagai kawasan yang dimanfaatkan untuk berbagai sektor pembangunan, wilayah pesisir memiliki kompleksitas isu, permasalahan, peluang dan tantangan.
Terdapat beberapa dasar hukum pengelolaan wilayah pesisir yaitu:
1. UU No. 5 tahun 1990, tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya.
2. UU No. 23 tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3. UU No. 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah.
4. UU No. 26 tahun 2007, tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut yang tidak memenuhi kaidah-kaidah pembangunan yang berkelanjutan secara signifikan mempengaruhi ekosistemnya. Kegiatan pembangunan yang ada di kawasan ini akan dapat mempengaruhi produktivitas sumberdaya akibat proses produksi dan residu, dimana pemanfaatan yang berbeda dari sumberdaya pesisir kerap menimbulkan konflik yang dapat berdampak timbal balik contohnya penambangan batu granit, pengerukan pasir dan perbengkelan kapal yang didirikan oleh PT. SAIPEM . Walau semula sudah ditutup dan kemudian dibuka kembali menandakan bahwa daerah pesisir mengalami ancaman kerusakan yang signifikan, memang hal itu tidak disadari dapat merusak ekosistem dan mata pencaharian para nelayan.  Oleh karena itu pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk tujuan pembangunan nasional akan dapat berhasil jika dikelola secara terpadu (Integrated Coastal Zone Management, ICZM). Pengalaman membuktikan bahwa pengelolaan atau pemanfaatan kawasan pesisir secara sektoral tidaklah efektif (Dahuri et. al 1996; Brown 1997; Cicin-Sain and Knecht 1998; Kay and Alder 1999).
Pengelolaan sumberdaya pesisir secara terpadu adalah suatu proses iteratif dan evolusioner untuk mewujudkan pembangunan kawasan pesisir secara optimal dan berkelanjutan. Tujuan akhir dari ICZM bukan hanya untuk mengejar pertumbuhan ekonomi (economic growth) jangka pendek, melainkan juga menjamin pertumbuhan ekonomi yang dapat dinikmati secara adil dan proporsional oleh segenap pihak yang terlibat (stakeholders),
dan memelihara daya dukung serta kualitas lingkungan pesisir, sehingga pembangunan dapat berlangsung secara lestari. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka unsur esensial dari ICZM adalah keterpaduan (integration) dan koordinasi. Setiap kebijakan dan strategi dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir harus berdasarkan kepada :
 (1) pemahaman yang baik tentang proses-proses alamiah (eko-hidrologis) yang berlangsung di kawasan pesisir yang sedang dikelola;
(2)  kondisi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat; dan
 (3) kebutuhan saat ini dan yang akan datang terhadap barang dan (produk) dan jasa lingkungan pesisir.
Di dalam proses pengelolaan dilakukan identifikasi dan analisis mengenai berbagai isu pengelolaan atau pemanfaatan yang ada maupun yang diperkirakan akan muncul dan kemudian menyusun serta melaksanakan kebijakan dan program aksi untuk mengatasi isu yang berkembang. Proses pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu dan berkelanjutan ini paling kurang memiliki empat tahapan utama : (1) penataan dan perencanaan, (2) formulasi, (3) implementasi, dan (4) evaluasi (Cicin-Sain and Knecht 1998). Pada tahap perencanaan dilakukan pengumpulan dan analisis data guna mengidentifikasi kendala dan permasalahan, potensi dan peluang pembangunan dan tantangan. Atas dasar ini, kemudian ditetapkan tujuan dan target pengelolaan atau pemanfaatan dan kebijakan serta strategi dan pemilihan struktur implementasi untuk mencapai tujuan tersebut.
Oleh karena tujuan ICZM adalah mewujudkan pembangunan kawasan pesisir secara berkelanjutan maka keterpaduan dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan pesisir dan laut mencakup empat aspek, yaitu : (a) keterpaduan wilayah/ekologis; (b) keterpaduan sektor; (c) keterpaduan disiplin ilmu; dan (d) keterpaduan stakeholder. Dengan kata lain, penetapan komposisi dan laju/tingkat kegiatan pembangunan pesisir yang optimal akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang dapat dirasakan oleh segenap stakeholders secara adil dan berkelanjutan. Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu pada dasarnya merupakan suatu proses. Dengan demikian terlihat bahwa pendekatan keterpaduan pengelolaan/pemanfaatan kawasan pesisir dan laut menjadi sangat penting, sehingga diharapkan dapat terwujud one plan dan one management serta tercapai pembangunan yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Secara skematik kerangka konsep studi disajikan pada Gambar dibawah.
Organization Chart
1.       penataan dan perencanaan
(identifikasi dan analisis permasalahan, pemilihan strategi)           
2.       formulasi
(pengamanan dana)
3.       Implementasi ( kegiatan pembangunan, pengakuan kebijakan)
4.       Evaluasi (analisis kemajuan dan permasalahan)
Text Box: ICZM 
( Integrated coastal zone management)Dengan adanya system atau perencanaan pembangunan agar tidak ada yang dirugikan. Biasanya masyarakat pesisir selalu mengalami bencana dikarenakan kondisi keadaan mereka sudah tercemar akibat ulah mereka sendiri. Namun apabila pemerintah ikut turun tangan dan ambil peduli masalah ini kemungkinan daerah pesisir akan menjadi surge bagi mereka di sana. Di karimun masyarakat yang tinggal didaerah tersebut diberikan bantuan yang dikenal  dana CD (community development) yang mana mereka diberikan uang atas pencemaran yang mereka dapat, sebenarnya itu bukan suatu jalan penyelesaian untuk mengatasi masalah daerah pesisir.
Dengan adanya skema diatas dapat dijadikan manfaat dan gambaran bagi kita semua bagaimana menangi masalah yang selama ini belum pernah terfikir oleh yang menjalankan kebijakan, apa yang harus dilakukan semula membuat perencanaan, kemudian dilanjutkan dengan formulasi atau dana dari mana untuk  membuat program ini akan terlaksana, implementasi yaitu melakukan kegiatan setelah kita mempunyai perencanaan yang didukung dengan keuangan setelah terlaksana kita evaluasi apakah bisa dijalankan untuk seterusnya atau tidak. Itu semua harus berani dilaksanakan.
Untuk peningkatan mutu atau kemajuan suatu daerah haruslah membutuhkan dana, kita lihat sana sini di kabupaten karimun melakukan pembangun seperti membuat jalan pesisir dengan tujuan mempermudah lalu lintas darat, tapi itu harus difikirkan kembali apakah ada dampaknya bagi masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir semakin terdesak dengan pembangunan sehingga banyak diantara mereka menjadi pengangguran, disamping itu ekosistem pantai sudah tak seindah dulu lagi. Dengan adanya program ICZM mudah-mudahan kita yang ada didaerah perbatasan dan pesisir pantai terselamat dari abrasi air laut, pencemaran air pantai, dan sebagainya.

IV. KONSEP PENGELOLAAN
A.                        STRATEGI PENGELOLAAN TERPADU
Wilayah pesisir dan laut merupakan tatanan ekosistem yang memiliki hubungan sangat erat dengan daerah lahan atas (upland) baik melalui aliran air sungai, air permukaan (run off) maupun air tanah (ground water), dan dengan aktifitas manusia. Keterkaitan tersebut menyebabkan terbentuknya kompleksitas dan kerentanan di wilayah pesisir. Secara konsepsual, hubungan tersebut dapat digambarkan dalam keterkaitan antara lingkunagn darat (bumi), lingkungan laut, dan aktifitas manusia, seperti gambar dibawah ini.

Pengelolaan wilayah pesisir terpadu dinyatakan sebagai proses pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan serta ruang dengan mengindahkan aspek konservasi dan keberlanjutannya. Adapun konteks keterpaduan meliputi dimensi sektor, ekologis, hirarki pemerintahan, antar bangsa/Negara, dan disiplin ilmu.
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu penting dilakukan mengingat banyaknya kegiatan-kegiatan yang dapat diimplementasikan, sehingga perlu dirumuskan suatu konsep penataan ruang (trategic plan) serta berbagai pilihan objek pembangunan yang serasi. Dalam konteks ini maka keterpaduan pengelolaan wilayah pesisir sekurangnya mengandung 3 dimensi : sektoral, bidang ilmu dan keterkaitan ekologis.
Keterpaduan secara sektoral di wilayah pesisir berarti diperlukan adanya suatu kooordinasi tugas, wewenang, dan tanggung jawab antar sektor atau instansi (horizontal integration); dan antar tingkat pemerintahan dari mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten, propinsi sampai pemerintah pusat (vertical integration). Sedangkan keterpaduan sudut pandang keilmuan mensyaratkan bahwa dalam pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan atas dasar interdisiplin ilmu (interdisciplinary approaches), yang melibatkan bidang ilmu ekonomi, ekologi, teknik, sosiologi, hukum, dan lainnya yang relevan. Hal ini wajar dilakukan mengingat wilayah pesisir pada dasarnya terdiri dari system soaial dan system alam yang terjalin secara kompleks dan dinamis.
Wilayah pesisir yang tersusun dari berbagai macam ekosistem itu satu sama lain saling terkait dan tidak berdiri sendiri. Perubahan atau kerusakan yang menimpa suatu ekosistem akan menimpa pula ekosistem lainnya. Selain itu wilayah pesisir , juga dipengaruhi oleh kegiatan manusia maupun proses-proses alamiah yang terdapat di kawasan sekitarnya dan lahan atas (upland areas) maupun laut lepas (oceans). Kondisi empiris di wilayah pesisir ini mensyaratkan bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu harus memperhatikan segenap keterkaitan ekologis (ecological linkages) yang dapat mempengaruhi suatu wilayah pesisir. Nuansa keterpaduan tersebut perlu diterapkan sejak tahap perencanaan sampai evaluasi mengingat bahwa suatu pengelolaan terdiri dari 3 tahap utama, yaitu prencanaan, implementasi, dan monitoring/evaluasi.

A.                STRATEGI PENGELOLAAN BERKELANJUTAN
Dari batasan di atas jelas bahwa pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu menghendaki adanya kesamaan visi antar stakeholders. Menyadari arti penting visi pengelolaan itu, maka perlu dipelopori perumusan visi bersama seperti terwujudnya pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan yang didukung oleh peningkatan kualitas sumberdaya manusia, penataan dan penegakan hukum, serta penataan ruang untuk terwujudnya peningkatan kesejahteraan rakyat. Mengacu pada visi tersebut maka strategi pengelolaan wilayah pesisir terpadu dan berkelanjutan harus memperhatikan aspek sumberdaya manusia, hukum, tata ruang, dan kesejahteraan bersama.
Strategi pengelolaan wilayah pesisir akan difokuskan untuk menangani isu utama yaitu konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir, yang secara simultan juga berkaitan dengan penanganan isu yang lain. Pemikiran dasar dalam perumusan strategi pengelolaan ini meliputi keberlanjutan (sustainability), perlindungan dan pelestariaan, pengembangan, pemerataan, dan komunikasi. Dari pemikiran ini, dirumuskan strategi pengelolaan yang mengakomodasi nilai-nilai, isu-isu, dan visi pengelolaan.
Penggambaran utuh mengenai alur perumusan strategi pengelolaan menunjukkan bahwa strategi pengelolaan memiliki keterkaitan ke belakang dan ke depan. Pada level operasional, strategi diterjemahkan dalam bentuk program aksi, yang pada gilirannya berfungsi sebagai umpan balik dalam menilai keberhasilan pengelolaan pesisir terpadu serta perbaikan di masa mendatang umpan balik tersebut sangat penting sebagai penyedia kemampuan learning process. Oleh karena itu, strategi pengelolaan wilayah pesisir dirumuskan bersifat siklikal.
Strategi pengelolaan pesisir yang difokuskan untuk menangani isu konflik pemanfaatan ruang adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi pengguna ruang dan kebutuhannya.
2. Penyusunan rencana tata ruang pesisir.
3. Penetapan sempadan pantai dan penanaman mangrove.
4. Pengendalian reklamasi pantai.
5. Pengetatan baku mutu limbah dan manajemen persampahan
6. Penataan permukiman kumuh
7. Perbaikan sistem drainase
8. Penegakan hukum secara konsistem
Tujuan pengelolaan adalah mengatasi konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir, sehingga terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan. Adapun target pengelolaan adalah teratasinya permasalahan turunan dari konflik pemanfaatan ruang, melalui partisipasi masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah secara terpadu yang didukung penegakan hukum secara konsisten, yaitu:
1. Tersusun dan dipatuhinya tata ruang wilayah pesisir
2. Terkendalinya reklamasi pantai,
3. Terkendalinya pencemaran perairan,
4. Tertatanya permukiman kumuh,
5. Kembalinya sempadan pantai dan rehabilitasi mangrove.
6. Terkendalinya masalah banjir.
7. Terkendalinya masalah abrasi.
8. Terkendalinya sedimentasi.
Salah satu faktor penyubur terjadinya konflik serta mempercepat kerusakan sumberdaya pesisir adalah lemahnya koordinasi antar lembaga terkait. Untuk mengatasi kondisi tersebut harus dilakukan peningkatan koordinasi kelembagaan yang melibatkan dinas/instansi daerah seperti Bappeda, Perikanan dan Kelautan, Pariwisata, Industri dan Perdagangan, Perhubungan dan kepelabuhan, BPN, dan lain-lain. Upaya yang harus dilakukan adalah menghilangkan ego sektor dengan penegasan kembali fungsi dan kewenangan masing-masing dinas/instansi terkait, serta harus ada selalu diadakan rapat-rapat koordinasi untuk membicarakan berbagai hal yang menyangkut pengelolaan wilayah pesisir itu sendiri.
Di samping kelembagaan pemerintah, peran kelembagaan legislatif, masyarakat/LSM, serta dunia usaha adalah penting dan harus terlibat dalam pengelolaan, utamanya pada tataran perencanaan dan monitoring/evaluasi. Dengan demikian akan tercipta suatu pengelolaan terpadu yang melibatkan pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha yang menuju kea rah pembangunan berkelanjutan.

III.             PENUTUP
Berbagai kegiatan atau faktor yang dilakukan manusia maupun yang disebabkan oleh alam memiliki potensi mengancam ekosistem wilayah pesisir Aneka pemanfaatan di wilayah pesisir sesungguhnya dilakukan untuk menjawab tantangan pembangunan yang memerlukan rumusan perencanaan terpadu dan berkelanjutan.
Banyaknya limbah domestik dan tingginya tingkat sedimentasi yang masuk ke dalam wilayah pesisir, perlu dilakukan suatu bentuk pengendalian, pencemaran limbah dan pengaturan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Hal ini merupakan masalah kritis, sehingga perlu dilakukan tindakan langsung baik secara hukum formal maupun hukum adat untuk menciptakan pengendalian terhadap kegiatan-kegiatan yang dapat merusak lingkungan.
Untuk menangani masalah tersebut, maka perlu dirumuskan suatu penataan ruang, pengelolaan dan pengusahaan kawasan wilayah pesisir yang memiliki dimensi keterpaduan ekologis, sektoral, disiplin ilmu serta keterpaduan antar stakeholders, sehingga tujuan pembangunan berkelanjutan dapat tercapai yaitu pertumbuhan ekonomi, perbaikan kualitas lingkungan serta adanya kepedulian antar generasi.




DAFTAR PUSTAKA
Cicin-Sain and R.W.Knecht. 1988. Integrated Coastal and Marine Management. Island Pres, Washington DC.
Pres, Washington DC. R., J Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, PT.Pradnya Paramita, Jakarta.
Dahuri,R. 1999. Pengelolaan Wilayah Pesisir dalam Kontek Pengembangan Kota Pantai dan Kawasan Pantai Secara Berkelanjutan. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Kemaritiman, Jakarta.
Kay, R. And J. Alder. 1999. Coastal Planning and Management. E & FN Spon. London.
Internet. 2011, profil kabupaten karimun. Penkab. Karimun

Rabu, 21 Maret 2012

dokumentasi dalam penelitian kualitatif


Universiti Technology Malaysia(UTM), Desember 2011

Kajian Analisis Dokumen Dalam
 Penelitian Kualitatif

Oleh:
SUPRIHATIN


ABSTRAK
Kaedah penyelidikan dalam kajian kualitaitif jenis-jenis pendekatan kualitatif terdiri daripada etnografi (ethnography), kajian kes (case studies), kajian dokumen/teks (document studies), observasi alami (natural observation), wawancara terpusat (focused interviews), fenomenologi (phenomenology), grounded theory, kajian sejarah (historical research). Namun dalam kajian ini lebih dipusatkan kepada dokumen analisis dalam kaedah kualitatif. Dokumen adalah suatu bentuk yang tertulis dan tidak tertulis seperti gambar, surat-surat, atau peraturan –peraturan yang kemudian dianalisis sedemikian rupa menjadi sebuah karya tulis. Dalam menganalisis sangat bervariasi mulai dari jurnal, surat kabar, buku, makalah seminar dan tesis. Dalam penulisan ini hanya memaparkan analisis jurnal tentang “European Journal of Social Sciences” yang diterbitkan tahun 2009.
 
LATAR BELAKANG
Penelitian kualitatif merupakan sebuah kaedah dalam kajian yang digunakan untuk mendedahkan permasalahan dalam kehidupan dan organisasi masyarakat oleh sebab itu dapat kita kenal dalam kajian terbahagi dua bentuk  yaitu bentuk kualitatif dan kuantitatif, yang mana bentuk kuantitaif  berkaitan dengan angka-angka dan statistik sedangkan penelitian kualitatif  bersifat mendiskripsikan hasil dari kajian  atau  istilah lain bersifat naratif.  Menurut  Sugiono,
( 2007 : 238 ) “ Masalah dalam kajian kualitatif bersifat sementara, tentative dan akan berkembang atau berganti setelah peneliti berada di lapangan”. Untuk itu di dalam penelitian kualitatif harus mempunyai bukti pembualan responden atau bukti-bukti yang menguatkan hasil penelitian karena dalam penulisan kualitatif banyak mengalami halangan yang  tidak sesuai apa yang penyelidik kehendaki. Seperti yang di katakan oleh Barton dan Lazarsfeld dalam  Azizi Yahaya (2007:104) pendekatan kualitatif adalah seperti jaring yang dibentangkan ke laut oleh nelayan laut dalam. Tingkat kesulitan dalam pendekatan kualitatif sedikit tinggi karena fakta itu suka berubah-rubah, jadi untuk mendalaminya kita harus mengambil beberapa sumber sebagai perbandingan dengan sumber yang awal.
Untuk kejelasannya pendekatan kualitatif dalam penyelidikan selalu digunakan oleh penelitian IPS (ilmu pengetahuan social) misalnya sejarah, sosiologi, antropologi dan sebagainya. Didalam kajian IPS penelitian kualitatif mencari sumber berdasarkan kehidupan yang nyata sesuai dengan apa yang kita dapat dari kajian tersebut, yang selalu  menjadi persoalan mengapa terjadi, bagaimana boleh terjadi dan apa yang membuat itu boleh terjadi? Dan  jawaban berupa hasil soalan tersebut yang kemudian dikembangkan oleh si penyelidik. Seperti pendapat Finlay,2006, dalam artikel Anis Chairiri bahwa penelitian kualitatif adalah berasaskan kepada konsep “going exploring” yang melibatkan in-depth and case oriented  study atas sejumlah kes atau kes perseorangan.
Penelitian kualitatif memiliki kaedah pendekatan yang dijadikan panduan untuk melakukan kajian yaitu  kaedah wawancara, observasi partisipasi, kajian dokumentasi etnografi dan sebagainya. Menurut Mudjia Rahardjo:2010 mengatakan bahawa jenis-jenis pendekatan kualitatif terdiri daripada etnografi (ethnography), kajian kes (case studies), kajian dokumen/teks (document studies), observasi alami (natural observation), wawancara terpusat (focused interviews), fenomenologi (phenomenology), grounded theory, kajian sejarah (historical research). Maksudnya dengan  menggunakan  jenis ini  penyelidik langsung mendapatkan data yang dikehendaki dari responden.
Kaedah ethnografi, yang mana penyelidik meneliti tentang perilaku masyarakat yang mempunyai kebudayaan yang tinggi karena dalam jenis ini penyelidik menggunakan masa yang cukup lama untuk melakukan penyelidikan dilapangan baik dengan cara wawancara maupun observasi lapangan. Berbeza dengan jenis kajian kes iaitu kajian yang mendalam tentang individu atau kelompok dalam suatu aktiviti tertentu, namun dengan jenis ini diharapkan penyelidik mencari teori tentang peristiwa yang ia teliti. Kajian wawancara, penyelidik langsung menemubual nara sumber-sumber yang menjadi pelaku dalam kajian tersebut atau selalu dikatakan data primer yang mana orang yang benar-benar mengalami sendiri peristiwa tersebut boleh juga menggunakan data sekunder (orang yang melihat dan menjadi saksi peristiwa itu berlaku). Sedangkan observasi partisipasi, penyelidik ikut di dalam  bahan  kajian tersebut dan  ia mengetahui secara langsung bagaimana peristiwa atau  masalah  itu berlaku karena penyelidik itu sendiri yang mengalaminya, pengalaman  itu dicatat dan dibuat seperti laporan kemudian dikembangkan berdasarkan apa yang ia perolehi. Dan  studi dokumentasi, banyak para penyelidik melupakan betapa besar pengaruh dokumentasi didalam  kajian, dokumentasi itu boleh berupa foto-foto, surat, surat kabar, buku-buku, naskah, artikel,catatan harian dan arsip-arsip yang lain dianggap penting bagi penyelidik. Dan observasi alami merupakan jenis pengamatan yang dilakukan secara alami maksudnya peneliti betul-betul melihat dan mencatat sesuai yang ia lihat tanpa ditambah-tambah dengan tujuan dapat mengamati dan memahami perilaku objek yang dikaji, penyelidik menggunakan kamera tersembunyi dan instrument soalan.
            Dengan adanya jenis-jenis kajian diatas dapatlah mempermudah penyelidik melakukan penelitian kualitatifnya. Disini kita ketahui bahawa dengan cara kualitatif penyelidik banyak menggunakan argumentasi dan wacana dalam penulisan sehingga pembaca betul-betul merasai, yang berada di dalam naratif tersebut. Dalam penelitian kualitatif, banyak digunakan penyelidik yaitu kaedah wawancara, observasi partisifasi, dan dokumen analisis. Dalam assignment ini lebih difokuskan kepada dokumen analisis dalam peneltian kualitatif.                   

MACAM-MACAM JENIS DOKUMEN
Berdasarkan pengertian diatas boleh kita melihat bahan-bahan dokumenter, para ahli membahagikan dokumen didalam beberapa jenis iaitu : 1) Menurut Bungin (2008; 123); dokumen-dokumen pribadi dan dokumen-dokumen rasmi. Dokumen pribadi adalah catatan seseorang secara tertulis tentang tindakan, pengalaman, dan kepercayaannya. Berupa buku harian, surat pribadi, & autobiografi. Dokumen Rasmi terbagi dua: pertama intern; memo, pengumuman, instruksi, aturan lembaga untuk kalangan perseorangan, laporan rapat, keputusan pimpinan, konvensi; kedua ekstern; majalah, buletin, berita yang disiarkan ke surat kabar, pemberitahuan. 2)  Menurut Sugiyono (2005; 82), berbentuk tulisan, gambar dan karya. Dapat dilihat melalui bentuk tulisan, seperti; catatan harian, life histories, ceritera, biografi, peraturan, polisi, dan lain-lain. Bentuk gambar, seperti; gambar hidup, sketsa, dan lainnya. Bentuk karya, seperti; karya seni berupa gambar, patung, filem, dan lain-lain. 3) Menurut E. Kosim (1988; 33) jika diandaikan dokumen itu merupakan sumber rekord tertulis, maka terbagi dalam dua kategori yaitu sumber rasmi dan tak rasmi. Sumber rasmi merupakan dokumen yang dibuat/dikeluarkan oleh agensi/perorangan atas nama lembaga. Ada dua bentuk yaitu sumber rasmi formal dan  informal. Sumber tidak rasmi, merupakan dokumen yang dibuat/dikeluarkan oleh individu tidak atas nama lembaga. Ada dua bentuk yaitu sumber tak rasmi formal dan informal.

KEBERADAAN KAJIAN DOKUMEN DALAM PENELITIAN KUALITATIF
Analisis dokumen merupakan salah satu dari kaedah kualitatif, namun  para menyelidik lebih suka menggunakan kaedah kuantitatif. Dalam penggolahan data lebih mudah dan simple karena berhubungan dengan angka-angka dan kepastian dalam penulisan, sedangkan dalam penulisan kualitatif lebih kepada argumentasi, naratif dan imajinatif penulis berdasarkan apa yang diteliti. Didalam penulisan kita mengambil pengertian dokumen, apakah dokumen itu? Dokumen merupakan bahan-bahan tertulis yang telah lama diarsipkan dan kemudian dijadikan sumber penelitian bagi penyelidik, Kata dokumen berasal dari bahasa latin yaitu docere, yang berarti mengajar. Pengertian dari kata dokumen ini menurut Louis Gottschalk (1986; 38) membagi dua pengertian dokumen iatu yang pertama sumber tertulis sebagai informasi sejarah atau kebalikan dari informasi lisan seperti artefak, prasasti dan peninggalan-peninggalan arkeologis. Yang kedua diperuntukan surat-surat resmi atau surat-surat Negara seperti surat perjanjian, hibah dan sebagainya.
Dalam kajian kualitatif dokumen diperlukan sebagai sumber, sejak bila dokumen itu pertama kali muncul, apa keperluannya dalam aktiviti dan bagaimana dokumen itu dibuat, semua itu diperlukan kaedah penelitian kualitatif bukan kuantitatif. Untuk itu para ahli mencari jawaban atas peninggalan-peninggalan dokumen agar dapat dianalisis ke asliannya. Didalam kajian kualitatif banyak menggunakan manusia atau human resources sebagai bahan penyelidikan, sedangkan yang menggunakan bahan bukan manusia disebut human non resources, itulah yang kita namakan dokumen. Menurut Sugiyono (2005; 83) kajian dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan kaedah observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Bahkan pengiktirafan hasil penelitian kualitatif ini akan semakin tinggi jika melibatkan / menggunakan kajian dokumen ini dalam kaedah penelitian kualitatifnya hal serupa diungkapkan oleh  Bogdan (seperti dikutip Sugiyono) “in most tradition of qualitative research, the phrase personal document is used broadly to refer to any first person narrative produce by an individual which describes his or her own actions, experience, and beliefs”.  
Penyelidik mengumpulkan data melalui observasi ditempat kejadian diambil dokumennya seperti gambar ataupun surat-surat yang dianggap perlu bagi penyelidik. Kajian dokumen merupakan sarana pembantu penyelidik dalam mengumpulkan data atau informasi. dengan cara membaca surat-surat, ikhtisar,  buku harian dan yang dianggap berhubungan dengan kajian. Dalam kajian dokumen tidak banyak melibat kepada manusia karena tidak mengganggu suasana penyelidikan. Menurut Gumilar (2005: 60) dalam jurnalnya adalah data yang ada dalam penelitian kualitatif bersifat “lunak”, tidak sempurna, immaterial, kadangkala kabur dan seorang penyelidik kualitatif tidak akan pernah mampu mengungkapkan semuanya secara sempurna. Disini dapat dilihat kelemahan dari kaedah kualitatif dengan sumber diperoleh belum cukup dikatakan sesuai dengan kaedahnya, namun kelebihannya kaedah kualitatif memiliki “menemukan (discocery), makna (meaning) dan pemahaman (understanding)” http://adzelgar.wordpress.com/2009/02/02/studi-dokumen-dalam-penelitian-kualitatif

KAJIAN ANALISIS DOKUMEN
Dalam kajian analisis dokumen penyelidik, penggunakan dokumen selalu dikait hubungkan dengan analisis isi. Cara menganalisis isi dokumen dengan memeriksa dokumen secara teratur dan rapi bentuk-bentuk perkataan yang dimasukan ke dalam data secara obyektif. Kajian isi atau content analysis document ini didefinisikan oleh Berelson yang dikutip Guba dan Lincoln, sebagai teknik penyelididkan untuk keperluan mendeskripsikan secara objektif, sistematis dan kuantitatif tentang manifestasi komunikasi. Sedangkan Weber menyatakan bahwa kajian isi adalah metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau dokumen. Definisi lain dikemukakan Holsti, bahwa kajian isi adalah teknik apapun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan secara objektif, dan sistematis (Moleong, 2007; 220). Dalam mengumpulkan bahan dokumen dengan cara harus sistematis dan generalisasi.
Dalam makalah berjudul Qualitative Content Analysis karya Philipp Mayring (yang dikutip Moleong, 2007; 222) dijabarkan ide dasar analisis konten dalam bidang komunikasi yang didasarkan atas empat hal iaitu 1) Menyesuaikan materi ke dalam model komunikasi. 2)  Aturan analisis; materi yang dianalisis secara bertahap mengikuti aturan prosedur, yaitu membagi materi ke dalam satuan-satuan. 3) Kategori adalah pusat dari analisis. Aspek-aspek  interpretasi teks mengikuti pertanyaan penelitian, dimasukan ke dalam kategori. Kategori ini ditemukan dan perbaharui di dalam proses analisis dan 4) Kriteria kredibilitas dan validitas.

Dalam kaedah sejarah, pembahasan mengenai analisis dokumen bagian yang penting yang akan dipertaruhkan kebenarannya dari hasil penelitian sejarah. Oleh karenanya pembahasan kajian isi ini memiliki segmen khusus dalam pembahasan dan penggunaannya. Adapun yang terpenting dari kajian isi ini berkaitan dengan kritik intern (kredibilitas) dan kritik ekstern (otentisitas) sumber data. G.J. Renier (1997; 115) mencoba memberikan gambaran mengenai perbezaan kritik intern dan ekstern ini dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang biasa dipakai oleh kedua bentuk kritik tersebut. Dalam kritik ekstern pertanyaan yag dimunculkan berupa; Apakah jejak yang saya yakini ini ada?, Apakah yang diceritakannya kepada saya, dan apa yang dituntutnya itu ada?, Dalam bentuk bagaimana dia menulisnya?,  lalu setelah pertanyaan tersebut coba dikaji dan dianalisis, maka pertanyaan selanjutnya adalah; Dapatkah saya mempercayai pesan yang ada di dalam jejak ini untuk saya pergunakan? Apakah benar-benar kesudahan dari serangkaian peristiwa-peristiwa yang dalam pengamatan pertama, kemunculannya ada? Atau Adakah disekitarnya suatu serangkaian yang kurang jelas?, untuk menjawab pertanyaan tersebut maka diterapkan kritik intern.
Menurut Kuntowijoyo (1995; 99) sederhananya kritik ekstern (masalah otentisitas) itu mencoba mengkaji suatu dokumen untuk membuktikan keaslian sumbernya, yaitu dengan meneliti bagaimana kertasnya, tintanya, gaya tulisannya, bahasanya, kalimatnya, ungkapannya, kata-katanya, hurufnya, dan semua penampilan luarnya, untuk mengetahui otentisitasnya. Jika masalah otentisitas telah diverifikasi, selanjutnya peneliti melakukan uji kredibilitas (kritik intern), apakah dokumen tersebut dapat dipercaya?. Hal ini dilakukan dengan cara melakukan komparasi mengenai informasi yang tertuang di dalam dokumen tersebut dengan data lain yang memiliki kesamaan waktu dan tempat peristiwa.

CONTOH ANALISIS DOKUMEN
Untuk lebih jelasnya, kita ambil satu contoh jurnal dan kemudian di analisis berdasarkan pemikiran. Jurnal itu berjudul : European Journal of Social Sciences – Volume 8, Number 2 (2009) 266 Uncovering Malaysian Students’ Motivation to Learning Science Othman Talib Universiti Putra Malaysia (UPM) E-mail: ot@educ.upm.edu.my. Setelah dibaca dan dipahami isi jurnal, penyelidik dapat membuat analisis dokumennya seperti yang tertera dibawah ini:
Tajuk
Mendedahkan Motivasi Pelajar Malaysia Pada Pembelajaran Sains
Objektif Kajian
·       Mengenalpasti aspek-aspek yang mendasari motivasi pelajar untuk belajar sains.
·       Menggariskan profil dari petunjuk prestasi utama ke arah pembelajaran sains yang berjaya
Persoalan Kajian
·       Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi pelajar sains yang baik dalam mata pelajaran sains?
·       Bagaimanakah faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi pelajar dalam mata pelajaran sains?
Rasional Kajian
·       Amalan sistem terbuka dalam sistem pendidikan Malaysia di peringkat menengah atas menyebabkan banyak kemasukan pelajar yang mengambil mata pelajaran berasaskan seni, padahal pelajar tersebut layak untuk masuk ke dalam mata pelajaran sains.
·       Di sisi lain, ada pelajar-pelajar yang bercita-cita tinggi untuk meneruskan pada mata pelajaran sains, namun mereka tidak memenuhi syarat-syarat untuk itu.
·       Kajian terdahulu oleh Weiner (1979, 1994); Hicks dan Nabilah (1998) telah menunjukkan bahawa pemahaman bagaimana pelajar menyifatkan kegagalan dan ketidakupayaan untuk prestasi yang baik dalam mata pelajaran sains akan dapat membantu untuk guru-guru apabila dicoba untuk memberi motivasi kepada pelajar-pelajar mereka. Dalam kajian itu, pelajar menjadi hilang minat dalam mata pelajaran apabila mereka berpikiran lemah tentang prestasi sains dalaman dan akan menemukan sebenarnya punca kesukaran di tempat lain.
Rekabentuk Kajian
·       Kajian ini merupakan kajian kes yang menggunakan kaedah kualitatif dengan pendekatan temubual secara mendalam kepada tiga kumpulan, iaitu pelajar, guru-guru dan pensyarah-pensyarah yang sudah berpengalaman dalam mengajar selama lebih daripada 10 tahun. Reka bentuk kajian kes ini dipilih untuk membolehkan penyelidik memahami secara mendalam tentang penyiasatan pelbagai faktor-faktor dalam dan luaran yang menyumbang ke arah prestasi yang lebih baik dalam pembelajaran sains dan untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi pelajar Malaysia dalam bidang sains melalui pengenalan dan pembangunan profil pelajar sains yang baik tanpa mengira cara pengajaran sains dibawa keluar.
Sorotan Kajian
·       Pembelajaran Sains
·       Menurut Huffaker dan Calvert (2003), pembelajaran sains merupakan pembelajaran yang melibatkan keaktifan pelajar di mana pelajar mendapatkan pengetahuan berdasarkan pengalaman sendiri.
·       Motivasi adalah sokongan yang datang daripada dalam atau luar diri yang memberi semangat dalam melakukan sesuatu, di mana menurut Huffaker dan Calvert (2000),
Persampelan, Sumber Data dan Kaedah
·       Kumpulan pertama iaitu sebanyak 25 pelajar yang mengambil kursus-kursus sains daripada dua institusi pengajian tinggi. Mereka berumur antara 18-19 tahun yang mendapatkan gred A1 dan A2 dalam mata pelajaran Kimia, Fizik, dan Biologi, serta pada mata pelajaran lain.
·       Kumpulan kedua adalah guru-guru sains di Sekolah Kebangsaan Malaysia yang mempunyai lebih daripada 10 tahun pengalaman mengajar.
·       Kumpulan ketiga adalah pensyarah-pensyarah yang terkenal dalam bidang pendidikan sains yang berpengalaman lebih daripada 10 tahun dalam mengajar.
Isu-isu Etika
·       Bahasa
Penyelidik menyediakan maklumat lengkap dengan bahasa yang mudah dimengerti.
·       Perasaan Responden
Penyelidik menyediakan soalan-soalan yang sifatnya tidak memalukan responden dan memberikan masa yang cukup kepada responden untuk menjawab soalan-soalan tersebut.
·       Etika dalam Semua Peringkat Kajian
Penyelidik tepat memilih permasalahan kajian sesuai dengan kaedah penyelidikan, pengumpulan data, pengambilan sampel dan dalam melaporkan kajian.
·       Tahap Pendidikan Responden
Penyelidik tepat mengambil kira jenis soalan-soalan yang diberikan kepada responden sesuai tahap pendidikannya.
·       Menjaga Kerahsiaan Responden
Penyelidik tidak menyebut nama saat melakukan temubual dengan responden, sehingga dapat dikatakan bahawa penyelidik dapat menjaga kerahsiaan daripada respondennya.

Dengan adanya contoh diatas, penyelidik harus membaca, mengerti, dan menuangkan kembali dalam bentuk pemikirannya dengan begitu akan mencipatkan suatu inovasi dan teori yang baru berdasarkan analisis dokumen. Sebenarnya banyak yang ingin disampaikan dalam penyelidikan kualitatif sebab dalam penulisan ini penyelidik harus banyak mencari sumber bacaan dan pemikiran para ahli yang mendukung dalam penulisan.

KESIMPULAN

            Dengan adanya pendekatan kualitatif sebagai kaedah penelitian, penyelidik dapat melakukan penyelididkan sesuai dengan bidangnya. Sebenarnya ada perpaduan kaedah penelitian yang kita lebih dikenal dengan mix penyelidikan yang terdiri kajian kualitatif dan kuantitatif. Dapatlah kita bezakan jenis-jenis pendekatan kualitatif terdiri daripada etnografi, kajian kes, kajian dokumen/teks, observasi alami wawancara terpusat), fenomenologi, dan kajian sejarah. Dalam kajian kualitatif penyelidik memperoleh data berdasarkan data primer dan data sekunder. Data ini dapat membantu penyelidik membuat kajian secara mendalam. Dalam kajian analisis dokumen memiliki dua cara untuk mendapat hasil yang baik iaitu secara instrinsik dan ekstrinsik. intrinsik yang dianalisis isi dari temuan yang didapati oleh penyelidik sedangkan ekstrinsik adalah kajian yang dilakukan dari luaran sahaja misalnya kertasnya, tintanya, waktu penulisannya dan sebagainya.
            Analisis dokumen dalam contoh sebuah jurnal terdiri dari tajuk, objek, rasional, persoalan kajian, rekabentuk, sorotan dan issu dalam kajian. Dengan adanya dapat dilihat bagaiamana penggunaan bahasa dan apa yang harus dilakukan setelah menganalisis dokumen tersebut. Dalam sebuah Negara dokumen itu seperti surat-surat penting, berita acara dan sebagainya. Untuk memastikan keasliannya maka perlu dianalisis sesuai dengan perkembangan saat itu, dengan begitu penyelidik mendapati kebenarannya.
           









RUJUKAN



Anis Chairiri, 2009. Artikel landasan fisafat dan metode penelitian kualitatif.  Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.

Azizi yahaya, dkk. (2007). Menguasai penyelidikan dalam  pendidikan. Malaysia: PTS Professional sdn.Bhd.

Bungin, M. Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.

DanuWira Pangestu danu_wira@yahoo.com ATAU  www.bangdanu.wordpress.com  Komunitas Learning IlmuKomputer.Com 1 Copyright © 2003-2008 IlmuKomputer.Com

Kosim, E. 1988. Metode Sejarah; Asas dan Proses. Bandung: Jurusan Sejarah UNPAD (untuk kalangan sendiri

Gottschalk, Louis. 1986. Understanding History; A Primer of Historical Method (terjemahan Nugroho Notosusanto). Jakarta: UI Press.

Gumilar Rusliwa Somantri. Memahami Metode Kualitatif. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia jurnal Makara, Sosial Humaniora, Vol. 9, No. 2, Desember 2005: 57-65 5757


Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si. (2010).  Jenis dan Metode Penelitian Kualitatif 
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif.  Bandung: ALFABETA
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif.  Bandung: Remaja Rosda Karya.


Renier, G.J. 1997. History its Purpose and Method (terjemahan Muin Umar). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah.  Yogyakarta: Bentang Budaya