MAKALAH KAWASAN
2011
DENGAN JUDUL :
SISTEM PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR DAN KELAUTAN
SECARA TERPADU DAN BERKELANJUTAN
DI KABUPATEN KARIMUN

OLEH: SUPRIHATIN, SPd
NIP
: 19770612 200502 2006
DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN
KARIMUN
SMA NEGERI 3 KARIMUN
KABUPATEN KARIMUN
29 SEPTEMBER 2011
Daftar isi
I.
Pendahuluan.……………………………………….……1
1. Wilayah ……………………………...................1
2. Tujuan.……………………………...…………..2
II.
Konsep pandangan ……………………………………...3
III.
Konsep pengelolaan.……………………….....................6
A. Strategi pengelolaan terpadu ………………... 6
B. Strategi pengelolaan berkelanjutan ………….7
IV.
Penutup …………………………………..…………...
9
Daftar pustaka
Makalah kawasan pesisir dan kelautan
Tgl. 29 September 2011 di tg. Balai karimun
Untuk guru-guru IPS
Sistem Pengelolaan Kawasan Pesisir Dan Kelautan
Secara Terpadu Dan
Berkelanjutan
Di Kabupaten Karimun
I. PENDAHULUAN
1.
Wilayah
Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan yang memiliki
beribu-ribu pulau dan sedikit daratan. Dengan daerah yang banyak maka oleh sebab
itu pemerintah memberikan hak otonomi yang kita kenal otonomi daerah. Karimun
mulai mengemabangkan sayapnya untuk menjadi sebuah kabupaten yaitu kabupaten karimun,
semula sebuah kecamatan yang kecil sekarang sudah menjadi sebuah kabupaten baru
yang cukup dikenal dengan SDA (sumber daya alamnya). Kabupaten Karimun dibentuk
berdasarkan Undang-undang nomor 53 tahun 1999. Pada awal terbentuknya wilayah
Kabupaten karimun terdiri dari tiga kecamatan yakni Kecamatan Karimun, Moro dan
Kundur. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karimun nomor 16
tahun 2001, maka wilayah Kabupaten karimun dimekarkan menjadi 8 kecamatan, dan
akhirnya berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karimun nomor 10 tahun 2004
dimekarkan lagi menjadi 9 kecamatan yaitu Kecamatan Karimun, Meral, Tebing,
Kundur Kota, Kundur Utara, Kundur Barat, Durai, Moro dan Buru.
Memang wilayah karimun tidaklah besar tetapi banyak hal yang
membuat para pendatang baik dari dalam negeri maupun luar negeri untuk
mendatangi pulau kecil ini. Berdasarrkan luasan wilayah Kabupaten Karimun
merupakan Daerah kepulauan yang mempunyai luas 7.984 kilometer persegi yang
terdiri dari wilayah daratan seluas 1.524 kilometer persegi dan wilayah
perairan seluas 6.460 kilometer persegi. Secara astronomis terletak antara 0
derjat 35 detik lintang utara sampai dengan 1 derjat 10 detik Lingtang Utara
dan 1103 derjat 30 detik Bujur Timur sampai dengan 104 derjat Bujur Timur .
Kabupaten
Karimun Berbatasan Langsung Dengan;
- Sebelah Utara
: Selat Malaka dan Singapura
- Sebelah Selatan : Kecamatan Kateman Kabupaten Indragiri Hilir
- Sebelah Barat : Kecamatan Rangsang, Kabupaten Bengkalis dan
- Sebelah Selatan : Kecamatan Kateman Kabupaten Indragiri Hilir
- Sebelah Barat : Kecamatan Rangsang, Kabupaten Bengkalis dan
Kecamatan
Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan.
- Sebelah Timur : Kota Batam dan Kepulauan Riau.
- Sebelah Timur : Kota Batam dan Kepulauan Riau.
Sebagai daerah kepulauan, Kabupaten Karimun memiliki 245
pulau dimana 3 diantaranya merupakan pulau-pulau yang besar, yakni pulau
Karimun, Pulau Kundur dan Pulau Sugi. Dari 245 pulau tersebut dimana wilyah
Kabupaten Karimun terdiri dari 73 pulau berpenghuni, 172 pulau tidak berpenghuni,
200 pulau bernama dan 45 pulau tidak bernama.
2. TUJUAN
Dengan jumlah pulau yang banyak bahkan ada yang tidak berpenghuni
memang pemerintah kabupaten karimun mempunyai kerja yang harus dilaksanakan
mengapa? Kabupaten karimun berbatasan
dengan Negara luar seperti Malaysia dan Singapura manalah tahu mereka ingin
mengambil pulau-pulau disekitar kita tanpa kita budi dayakan pulau tersebut
apalagi di daerah pesisir. Kabupaten
Karimun dapat kita sebut sebagai daerah mega-biodiversity dalam hal
keanekaragaman hayati, serta memiliki kawasan pesisir yang sangat potensial
untuk berbagai opsi pembangunan. Namun demikian dengan semakin meningkatnya
pertumbuhan penduduk dan pesatnya kegiatan pembangunan di wilayah pesisir, bagi
berbagai peruntukan (pemukiman, perikanan, pelabuhan, obyek wisata dan
lain-lain), maka tekanan ekologis terhadap ekosistem dan sumberdaya pesisir dan
laut itu semakin meningkat. Meningkatnya tekanan ini tentunya akan dapat
mengancam keberadaan dan kelangsungan ekosistem dan sumberdaya pesisir, laut
dan pulau-pulau kecil yang ada disekitarnya.
Satu hal yang lebih memprihatinkan adalah, bahwa kecenderungan
kerusakan lingkungan pesisir dan lautan lebih disebabkan paradigma dan praktek
pembangunan yang selama ini diterapkan belum sesuai dengan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Cenderung bersifat
ekstratif serta dominasi kepentingan ekonomi pusat lebih diutamakan daripada
ekonomi masyarakat setempat (pesisir). Seharusnya lebih bersifat partisipatif,
transparan, dapat dipertanggung-jawabkan (accountable), efektif dan
efisien, pemerataan serta mendukung supremasi hukum.
Untuk mencapai tujuan-tujuan pengelolaan sumberdaya wilayah
pesisir secara terpadu dan berkelanjutan, maka perlu dirumuskan suatu
pengelolaan (strategic plan), mengintegrasikan setiap kepentingan dalam
keseimbangan (proporsionality) antar dimensi ekologis, dimensi sosial,
antar sektoral, disiplin ilmu dan segenap pelaku pembangunan (stakeholders).
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membantu memberikan
solusi dalam menyusun strategi pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu dan
berkelanjutan, berdasarkan analisis terhadap sejumlah isu dan permasalahan
serta karakteristik wilayah pesisir. Pada saatnya diharapkan dapat tercapai
tujuan-tujuan pembangunan ekonomi, perbaikan kualitas lingkungan serta
menghindari adanya konflik jangka panjang di wilayah tersebut. Untuk itu perlu
dilakukan reformasi paradigma dan pola pembangunan kelautan, yang meliputi
perbaikan seperangkat kebijakan yang bersifat teknis dan bersifat pengaturan (governance).
II.
KONSEP PANDANGAN
Pengelolaan
sumberdaya pesisir secara terpadu menghendaki adanya keberlanjutan (sustainability)
dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir. Sebagai kawasan yang dimanfaatkan untuk
berbagai sektor pembangunan, wilayah pesisir memiliki kompleksitas isu,
permasalahan, peluang dan tantangan.
Terdapat beberapa dasar
hukum pengelolaan wilayah pesisir yaitu:
1. UU No. 5 tahun 1990, tentang
Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya.
2. UU No. 23 tahun 1997, tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3. UU No. 22 tahun 1999, tentang
Pemerintahan Daerah.
4. UU No. 26 tahun 2007, tentang
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
Pemanfaatan
sumberdaya pesisir dan laut yang tidak memenuhi kaidah-kaidah pembangunan yang
berkelanjutan secara signifikan mempengaruhi ekosistemnya. Kegiatan pembangunan
yang ada di kawasan ini akan dapat mempengaruhi produktivitas sumberdaya akibat
proses produksi dan residu, dimana pemanfaatan yang berbeda dari sumberdaya
pesisir kerap menimbulkan konflik yang dapat berdampak timbal balik contohnya
penambangan batu granit, pengerukan pasir dan perbengkelan kapal yang didirikan
oleh PT. SAIPEM . Walau semula sudah ditutup dan kemudian dibuka kembali
menandakan bahwa daerah pesisir mengalami ancaman kerusakan yang signifikan,
memang hal itu tidak disadari dapat merusak ekosistem dan mata pencaharian para
nelayan. Oleh karena itu pemanfaatan
sumberdaya pesisir untuk tujuan pembangunan nasional akan dapat berhasil jika
dikelola secara terpadu (Integrated Coastal Zone Management, ICZM).
Pengalaman membuktikan bahwa pengelolaan atau pemanfaatan kawasan pesisir
secara sektoral tidaklah efektif (Dahuri et. al 1996; Brown 1997;
Cicin-Sain and Knecht 1998; Kay and Alder 1999).
Pengelolaan sumberdaya pesisir secara terpadu adalah
suatu proses iteratif dan evolusioner untuk mewujudkan pembangunan kawasan
pesisir secara optimal dan berkelanjutan. Tujuan akhir dari ICZM bukan hanya
untuk mengejar pertumbuhan ekonomi (economic growth) jangka pendek,
melainkan juga menjamin pertumbuhan ekonomi yang dapat dinikmati secara adil
dan proporsional oleh segenap pihak yang terlibat (stakeholders),
dan memelihara daya
dukung serta kualitas lingkungan pesisir, sehingga pembangunan dapat
berlangsung secara lestari. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka unsur
esensial dari ICZM adalah keterpaduan (integration) dan koordinasi.
Setiap kebijakan dan strategi dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir harus
berdasarkan kepada :
(1) pemahaman yang baik tentang proses-proses
alamiah (eko-hidrologis) yang berlangsung di kawasan pesisir yang sedang
dikelola;
(2)
kondisi ekonomi, sosial, budaya dan
politik masyarakat; dan
(3) kebutuhan saat ini dan yang akan datang
terhadap barang dan (produk) dan jasa lingkungan pesisir.
Di
dalam proses pengelolaan dilakukan identifikasi dan analisis mengenai berbagai
isu pengelolaan atau pemanfaatan yang ada maupun yang diperkirakan akan muncul
dan kemudian menyusun serta melaksanakan kebijakan dan program aksi untuk mengatasi
isu yang berkembang. Proses pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu dan
berkelanjutan ini paling kurang memiliki empat tahapan utama : (1) penataan dan
perencanaan, (2) formulasi, (3) implementasi, dan (4) evaluasi (Cicin-Sain and
Knecht 1998). Pada tahap perencanaan dilakukan pengumpulan dan analisis data
guna mengidentifikasi kendala dan permasalahan, potensi dan peluang pembangunan
dan tantangan. Atas dasar ini, kemudian ditetapkan tujuan dan target
pengelolaan atau pemanfaatan dan kebijakan serta strategi dan pemilihan
struktur implementasi untuk mencapai tujuan tersebut.
Oleh karena tujuan ICZM adalah mewujudkan
pembangunan kawasan pesisir secara berkelanjutan maka keterpaduan dalam
perencanaan dan pengelolaan kawasan pesisir dan laut mencakup empat aspek,
yaitu : (a) keterpaduan wilayah/ekologis; (b) keterpaduan sektor; (c)
keterpaduan disiplin ilmu; dan (d) keterpaduan stakeholder. Dengan kata
lain, penetapan komposisi dan laju/tingkat kegiatan pembangunan pesisir yang
optimal akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang dapat dirasakan oleh segenap
stakeholders secara adil dan berkelanjutan. Pengelolaan wilayah pesisir
dan lautan secara terpadu pada dasarnya merupakan suatu proses. Dengan demikian
terlihat bahwa pendekatan keterpaduan pengelolaan/pemanfaatan kawasan pesisir
dan laut menjadi sangat penting, sehingga diharapkan dapat terwujud one plan
dan one management serta tercapai pembangunan yang berkelanjutan dan
kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Secara skematik kerangka konsep
studi disajikan pada Gambar dibawah.

1.
penataan dan
perencanaan

(identifikasi dan
analisis permasalahan, pemilihan strategi)
2.


formulasi



(pengamanan dana)
3.
Implementasi ( kegiatan pembangunan,
pengakuan kebijakan)
4.
Evaluasi (analisis kemajuan dan
permasalahan)

Dengan
adanya skema diatas dapat dijadikan manfaat dan gambaran bagi kita semua
bagaimana menangi masalah yang selama ini belum pernah terfikir oleh yang
menjalankan kebijakan, apa yang harus dilakukan semula membuat perencanaan,
kemudian dilanjutkan dengan formulasi atau dana dari mana untuk membuat program ini akan terlaksana,
implementasi yaitu melakukan kegiatan setelah kita mempunyai perencanaan yang
didukung dengan keuangan setelah terlaksana kita evaluasi apakah bisa
dijalankan untuk seterusnya atau tidak. Itu semua harus berani dilaksanakan.
Untuk
peningkatan mutu atau kemajuan suatu daerah haruslah membutuhkan dana, kita
lihat sana sini di kabupaten karimun melakukan pembangun seperti membuat jalan
pesisir dengan tujuan mempermudah lalu lintas darat, tapi itu harus difikirkan
kembali apakah ada dampaknya bagi masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir
semakin terdesak dengan pembangunan sehingga banyak diantara mereka menjadi
pengangguran, disamping itu ekosistem pantai sudah tak seindah dulu lagi.
Dengan adanya program ICZM mudah-mudahan kita yang ada didaerah perbatasan dan
pesisir pantai terselamat dari abrasi air laut, pencemaran air pantai, dan
sebagainya.
IV. KONSEP PENGELOLAAN
A.
STRATEGI PENGELOLAAN TERPADU
Wilayah pesisir dan laut merupakan tatanan ekosistem yang memiliki
hubungan sangat erat dengan daerah lahan atas (upland) baik melalui aliran air
sungai, air permukaan (run off) maupun air tanah (ground water), dan dengan
aktifitas manusia. Keterkaitan tersebut menyebabkan terbentuknya kompleksitas
dan kerentanan di wilayah pesisir. Secara konsepsual, hubungan tersebut dapat
digambarkan dalam keterkaitan antara lingkunagn darat (bumi), lingkungan laut,
dan aktifitas manusia, seperti gambar dibawah ini.

Pengelolaan wilayah pesisir terpadu dinyatakan sebagai proses pemanfaatan
sumberdaya pesisir dan lautan serta ruang dengan mengindahkan aspek konservasi
dan keberlanjutannya. Adapun konteks keterpaduan meliputi dimensi sektor,
ekologis, hirarki pemerintahan, antar bangsa/Negara, dan disiplin ilmu.
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu penting dilakukan
mengingat banyaknya kegiatan-kegiatan yang dapat diimplementasikan, sehingga
perlu dirumuskan suatu konsep penataan ruang (trategic plan) serta
berbagai pilihan objek pembangunan yang serasi. Dalam konteks ini maka
keterpaduan pengelolaan wilayah pesisir sekurangnya mengandung 3 dimensi :
sektoral, bidang ilmu dan keterkaitan ekologis.
Keterpaduan secara sektoral di wilayah pesisir berarti diperlukan
adanya suatu kooordinasi tugas, wewenang, dan tanggung jawab antar sektor atau
instansi (horizontal integration); dan antar tingkat pemerintahan dari
mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten, propinsi sampai pemerintah pusat (vertical
integration). Sedangkan keterpaduan sudut pandang keilmuan mensyaratkan
bahwa dalam pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan atas dasar
interdisiplin ilmu (interdisciplinary approaches), yang melibatkan
bidang ilmu ekonomi, ekologi, teknik, sosiologi, hukum, dan lainnya yang
relevan. Hal ini wajar dilakukan mengingat wilayah pesisir pada dasarnya
terdiri dari system soaial dan system alam yang terjalin secara kompleks dan
dinamis.
Wilayah
pesisir yang tersusun dari berbagai macam ekosistem itu satu sama lain saling
terkait dan tidak berdiri sendiri. Perubahan atau kerusakan yang menimpa suatu
ekosistem akan menimpa pula ekosistem lainnya. Selain itu wilayah pesisir ,
juga dipengaruhi oleh kegiatan manusia maupun proses-proses alamiah yang
terdapat di kawasan sekitarnya dan lahan atas (upland areas) maupun laut
lepas (oceans). Kondisi empiris di wilayah pesisir ini mensyaratkan
bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu harus memperhatikan
segenap keterkaitan ekologis (ecological linkages) yang dapat
mempengaruhi suatu wilayah pesisir. Nuansa keterpaduan tersebut perlu
diterapkan sejak tahap perencanaan sampai evaluasi mengingat bahwa suatu
pengelolaan terdiri dari 3 tahap utama, yaitu prencanaan, implementasi, dan
monitoring/evaluasi.
A.
STRATEGI PENGELOLAAN
BERKELANJUTAN
Dari
batasan di atas jelas bahwa pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu
menghendaki adanya kesamaan visi antar stakeholders. Menyadari arti penting
visi pengelolaan itu, maka perlu dipelopori perumusan visi bersama seperti
terwujudnya pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir yang berwawasan lingkungan
dan berkelanjutan yang didukung oleh peningkatan kualitas sumberdaya manusia,
penataan dan penegakan hukum, serta penataan ruang untuk terwujudnya
peningkatan kesejahteraan rakyat. Mengacu pada visi tersebut maka strategi
pengelolaan wilayah pesisir terpadu dan berkelanjutan harus memperhatikan aspek
sumberdaya manusia, hukum, tata ruang, dan kesejahteraan bersama.
Strategi
pengelolaan wilayah pesisir akan difokuskan untuk menangani isu utama yaitu
konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir, yang secara simultan juga berkaitan
dengan penanganan isu yang lain. Pemikiran dasar dalam perumusan strategi pengelolaan
ini meliputi keberlanjutan (sustainability), perlindungan dan pelestariaan,
pengembangan, pemerataan, dan komunikasi. Dari pemikiran ini, dirumuskan
strategi pengelolaan yang mengakomodasi nilai-nilai, isu-isu, dan visi
pengelolaan.
Penggambaran
utuh mengenai alur perumusan strategi pengelolaan menunjukkan bahwa strategi
pengelolaan memiliki keterkaitan ke belakang dan ke depan. Pada level
operasional, strategi diterjemahkan dalam bentuk program aksi, yang pada
gilirannya berfungsi sebagai umpan balik dalam menilai keberhasilan pengelolaan
pesisir terpadu serta perbaikan di masa mendatang umpan balik tersebut sangat
penting sebagai penyedia kemampuan learning process. Oleh karena itu,
strategi pengelolaan wilayah pesisir dirumuskan bersifat siklikal.
Strategi pengelolaan
pesisir yang difokuskan untuk menangani isu konflik pemanfaatan ruang adalah
sebagai berikut:
1.
Identifikasi pengguna ruang dan kebutuhannya.
2.
Penyusunan rencana tata ruang pesisir.
3.
Penetapan sempadan pantai dan penanaman mangrove.
4.
Pengendalian reklamasi pantai.
5.
Pengetatan baku mutu limbah dan manajemen persampahan
6.
Penataan permukiman kumuh
7.
Perbaikan sistem drainase
8.
Penegakan hukum secara konsistem
Tujuan pengelolaan adalah mengatasi konflik pemanfaatan ruang
wilayah pesisir, sehingga terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan. Adapun
target pengelolaan adalah teratasinya permasalahan turunan dari konflik
pemanfaatan ruang, melalui partisipasi masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah
secara terpadu yang didukung penegakan hukum secara konsisten, yaitu:
1. Tersusun dan dipatuhinya tata ruang wilayah pesisir
2. Terkendalinya reklamasi pantai,
3. Terkendalinya pencemaran perairan,
4. Tertatanya permukiman kumuh,
5. Kembalinya sempadan pantai dan rehabilitasi mangrove.
6. Terkendalinya masalah banjir.
7. Terkendalinya masalah abrasi.
8. Terkendalinya sedimentasi.
Salah satu faktor penyubur terjadinya konflik serta mempercepat
kerusakan sumberdaya pesisir adalah lemahnya koordinasi antar lembaga terkait.
Untuk mengatasi kondisi tersebut harus dilakukan peningkatan koordinasi
kelembagaan yang melibatkan dinas/instansi daerah seperti Bappeda, Perikanan
dan Kelautan, Pariwisata, Industri dan Perdagangan, Perhubungan dan
kepelabuhan, BPN, dan lain-lain. Upaya yang harus dilakukan adalah
menghilangkan ego sektor dengan penegasan kembali fungsi dan kewenangan
masing-masing dinas/instansi terkait, serta harus ada selalu diadakan
rapat-rapat koordinasi untuk membicarakan berbagai hal yang menyangkut
pengelolaan wilayah pesisir itu sendiri.
Di samping kelembagaan pemerintah, peran kelembagaan legislatif,
masyarakat/LSM, serta dunia usaha adalah penting dan harus terlibat dalam
pengelolaan, utamanya pada tataran perencanaan dan monitoring/evaluasi. Dengan
demikian akan tercipta suatu pengelolaan terpadu yang melibatkan pemerintah,
masyarakat, dan dunia usaha yang menuju kea rah pembangunan berkelanjutan.
III.
PENUTUP
Berbagai kegiatan atau faktor yang
dilakukan manusia maupun yang disebabkan oleh alam memiliki potensi mengancam
ekosistem wilayah pesisir Aneka pemanfaatan di wilayah pesisir sesungguhnya
dilakukan untuk menjawab tantangan pembangunan yang memerlukan rumusan
perencanaan terpadu dan berkelanjutan.
Banyaknya limbah domestik dan tingginya
tingkat sedimentasi yang masuk ke dalam wilayah pesisir, perlu dilakukan suatu
bentuk pengendalian, pencemaran limbah dan pengaturan pengelolaan Daerah Aliran
Sungai (DAS). Hal ini merupakan masalah kritis, sehingga perlu dilakukan
tindakan langsung baik secara hukum formal maupun hukum adat untuk menciptakan
pengendalian terhadap kegiatan-kegiatan yang dapat merusak lingkungan.
Untuk menangani masalah tersebut, maka perlu dirumuskan suatu
penataan ruang, pengelolaan dan pengusahaan kawasan wilayah pesisir yang
memiliki dimensi keterpaduan ekologis, sektoral, disiplin ilmu serta
keterpaduan antar stakeholders, sehingga tujuan pembangunan berkelanjutan dapat
tercapai yaitu pertumbuhan ekonomi, perbaikan kualitas lingkungan serta adanya
kepedulian antar generasi.
DAFTAR PUSTAKA
Cicin-Sain and
R.W.Knecht. 1988. Integrated Coastal and Marine Management. Island Pres,
Washington DC.
Pres, Washington DC. R., J Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu.
1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu,
PT.Pradnya Paramita, Jakarta.
Dahuri,R. 1999. Pengelolaan Wilayah Pesisir dalam Kontek
Pengembangan Kota Pantai dan Kawasan Pantai Secara Berkelanjutan. Makalah
disampaikan dalam Seminar Nasional Kemaritiman, Jakarta.
Kay, R. And J. Alder. 1999. Coastal Planning and Management. E
& FN Spon. London.
Internet. 2011, profil
kabupaten karimun. Penkab. Karimun