Senin, 26 Maret 2012

makalah kawasan pesisir dan kelautan di kab. karimun


MAKALAH  KAWASAN  2011

DENGAN JUDUL :
SISTEM PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR DAN KELAUTAN
SECARA TERPADU DAN BERKELANJUTAN 
DI KABUPATEN KARIMUN



Logo Karimun Warna.jpg
OLEH:  SUPRIHATIN, SPd
NIP :  19770612 200502 2006





DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN KARIMUN
SMA NEGERI 3 KARIMUN
KABUPATEN KARIMUN
29 SEPTEMBER 2011



Daftar isi
I.                                          Pendahuluan.……………………………………….……1
1.    Wilayah ……………………………...................1
2.    Tujuan.……………………………...…………..2
II.                                       Konsep pandangan ……………………………………...3
III.                                   Konsep pengelolaan.……………………….....................6
A.    Strategi pengelolaan terpadu ………………... 6
B.     Strategi pengelolaan berkelanjutan ………….7
IV.                                   Penutup …………………………………..…………... 9
Daftar pustaka



















Makalah kawasan pesisir dan kelautan
Tgl. 29 September 2011 di tg. Balai karimun
Untuk guru-guru IPS




Sistem Pengelolaan Kawasan Pesisir Dan Kelautan
 Secara Terpadu Dan Berkelanjutan
Di Kabupaten Karimun

I.     PENDAHULUAN

1.      Wilayah
Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan yang memiliki beribu-ribu pulau dan sedikit daratan. Dengan daerah yang banyak maka oleh sebab itu pemerintah memberikan hak otonomi yang kita kenal otonomi daerah. Karimun mulai mengemabangkan sayapnya untuk menjadi sebuah kabupaten yaitu kabupaten karimun, semula sebuah kecamatan yang kecil sekarang sudah menjadi sebuah kabupaten baru yang cukup dikenal dengan SDA (sumber daya alamnya). Kabupaten Karimun dibentuk berdasarkan Undang-undang nomor 53 tahun 1999. Pada awal terbentuknya wilayah Kabupaten karimun terdiri dari tiga kecamatan yakni Kecamatan Karimun, Moro dan Kundur. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karimun nomor 16 tahun 2001, maka wilayah Kabupaten karimun dimekarkan menjadi 8 kecamatan, dan akhirnya berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karimun nomor 10 tahun 2004 dimekarkan lagi menjadi 9 kecamatan yaitu Kecamatan Karimun, Meral, Tebing, Kundur Kota, Kundur Utara, Kundur Barat, Durai, Moro dan Buru.
Memang wilayah karimun tidaklah besar tetapi banyak hal yang membuat para pendatang baik dari dalam negeri maupun luar negeri untuk mendatangi pulau kecil ini. Berdasarrkan luasan wilayah Kabupaten Karimun merupakan Daerah kepulauan yang mempunyai luas 7.984 kilometer persegi yang terdiri dari wilayah daratan seluas 1.524 kilometer persegi dan wilayah perairan seluas 6.460 kilometer persegi. Secara astronomis terletak antara 0 derjat 35 detik lintang utara sampai dengan 1 derjat 10 detik Lingtang Utara dan 1103 derjat 30 detik Bujur Timur sampai dengan 104 derjat Bujur Timur .
Kabupaten Karimun Berbatasan Langsung Dengan;
-  Sebelah Utara             : Selat Malaka dan Singapura
-  Sebelah Selatan          :  Kecamatan Kateman Kabupaten Indragiri Hilir
-  Sebelah Barat             :  Kecamatan Rangsang, Kabupaten Bengkalis dan
Kecamatan  Kuala  Kampar, Kabupaten Pelalawan.
-  Sebelah Timur            :  Kota Batam dan Kepulauan Riau.
Sebagai daerah kepulauan, Kabupaten Karimun memiliki 245 pulau dimana 3 diantaranya merupakan pulau-pulau yang besar, yakni pulau Karimun, Pulau Kundur dan Pulau Sugi. Dari 245 pulau tersebut dimana wilyah Kabupaten Karimun terdiri dari 73 pulau berpenghuni, 172 pulau tidak berpenghuni, 200 pulau bernama dan 45 pulau tidak bernama.

2.  TUJUAN
Dengan jumlah pulau yang banyak bahkan ada yang tidak berpenghuni memang pemerintah kabupaten karimun mempunyai kerja yang harus dilaksanakan mengapa? Kabupaten karimun  berbatasan dengan Negara luar seperti Malaysia dan Singapura manalah tahu mereka ingin mengambil pulau-pulau disekitar kita tanpa kita budi dayakan pulau tersebut apalagi  di daerah pesisir. Kabupaten Karimun dapat kita sebut sebagai daerah mega-biodiversity dalam hal keanekaragaman hayati, serta memiliki kawasan pesisir yang sangat potensial untuk berbagai opsi pembangunan. Namun demikian dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk dan pesatnya kegiatan pembangunan di wilayah pesisir, bagi berbagai peruntukan (pemukiman, perikanan, pelabuhan, obyek wisata dan lain-lain), maka tekanan ekologis terhadap ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut itu semakin meningkat. Meningkatnya tekanan ini tentunya akan dapat mengancam keberadaan dan kelangsungan ekosistem dan sumberdaya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil yang ada disekitarnya.
Satu hal yang lebih memprihatinkan adalah, bahwa kecenderungan kerusakan lingkungan pesisir dan lautan lebih disebabkan paradigma dan praktek pembangunan yang selama ini diterapkan belum sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Cenderung bersifat ekstratif serta dominasi kepentingan ekonomi pusat lebih diutamakan daripada ekonomi masyarakat setempat (pesisir). Seharusnya lebih bersifat partisipatif, transparan, dapat dipertanggung-jawabkan (accountable), efektif dan efisien, pemerataan serta mendukung supremasi hukum.
Untuk mencapai tujuan-tujuan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan, maka perlu dirumuskan suatu pengelolaan (strategic plan), mengintegrasikan setiap kepentingan dalam keseimbangan (proporsionality) antar dimensi ekologis, dimensi sosial, antar sektoral, disiplin ilmu dan segenap pelaku pembangunan (stakeholders).
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membantu memberikan solusi dalam menyusun strategi pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu dan berkelanjutan, berdasarkan analisis terhadap sejumlah isu dan permasalahan serta karakteristik wilayah pesisir. Pada saatnya diharapkan dapat tercapai tujuan-tujuan pembangunan ekonomi, perbaikan kualitas lingkungan serta menghindari adanya konflik jangka panjang di wilayah tersebut. Untuk itu perlu dilakukan reformasi paradigma dan pola pembangunan kelautan, yang meliputi perbaikan seperangkat kebijakan yang bersifat teknis dan bersifat pengaturan (governance).

II.           KONSEP PANDANGAN
Pengelolaan sumberdaya pesisir secara terpadu menghendaki adanya keberlanjutan (sustainability) dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir. Sebagai kawasan yang dimanfaatkan untuk berbagai sektor pembangunan, wilayah pesisir memiliki kompleksitas isu, permasalahan, peluang dan tantangan.
Terdapat beberapa dasar hukum pengelolaan wilayah pesisir yaitu:
1. UU No. 5 tahun 1990, tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya.
2. UU No. 23 tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3. UU No. 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah.
4. UU No. 26 tahun 2007, tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut yang tidak memenuhi kaidah-kaidah pembangunan yang berkelanjutan secara signifikan mempengaruhi ekosistemnya. Kegiatan pembangunan yang ada di kawasan ini akan dapat mempengaruhi produktivitas sumberdaya akibat proses produksi dan residu, dimana pemanfaatan yang berbeda dari sumberdaya pesisir kerap menimbulkan konflik yang dapat berdampak timbal balik contohnya penambangan batu granit, pengerukan pasir dan perbengkelan kapal yang didirikan oleh PT. SAIPEM . Walau semula sudah ditutup dan kemudian dibuka kembali menandakan bahwa daerah pesisir mengalami ancaman kerusakan yang signifikan, memang hal itu tidak disadari dapat merusak ekosistem dan mata pencaharian para nelayan.  Oleh karena itu pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk tujuan pembangunan nasional akan dapat berhasil jika dikelola secara terpadu (Integrated Coastal Zone Management, ICZM). Pengalaman membuktikan bahwa pengelolaan atau pemanfaatan kawasan pesisir secara sektoral tidaklah efektif (Dahuri et. al 1996; Brown 1997; Cicin-Sain and Knecht 1998; Kay and Alder 1999).
Pengelolaan sumberdaya pesisir secara terpadu adalah suatu proses iteratif dan evolusioner untuk mewujudkan pembangunan kawasan pesisir secara optimal dan berkelanjutan. Tujuan akhir dari ICZM bukan hanya untuk mengejar pertumbuhan ekonomi (economic growth) jangka pendek, melainkan juga menjamin pertumbuhan ekonomi yang dapat dinikmati secara adil dan proporsional oleh segenap pihak yang terlibat (stakeholders),
dan memelihara daya dukung serta kualitas lingkungan pesisir, sehingga pembangunan dapat berlangsung secara lestari. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka unsur esensial dari ICZM adalah keterpaduan (integration) dan koordinasi. Setiap kebijakan dan strategi dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir harus berdasarkan kepada :
 (1) pemahaman yang baik tentang proses-proses alamiah (eko-hidrologis) yang berlangsung di kawasan pesisir yang sedang dikelola;
(2)  kondisi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat; dan
 (3) kebutuhan saat ini dan yang akan datang terhadap barang dan (produk) dan jasa lingkungan pesisir.
Di dalam proses pengelolaan dilakukan identifikasi dan analisis mengenai berbagai isu pengelolaan atau pemanfaatan yang ada maupun yang diperkirakan akan muncul dan kemudian menyusun serta melaksanakan kebijakan dan program aksi untuk mengatasi isu yang berkembang. Proses pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu dan berkelanjutan ini paling kurang memiliki empat tahapan utama : (1) penataan dan perencanaan, (2) formulasi, (3) implementasi, dan (4) evaluasi (Cicin-Sain and Knecht 1998). Pada tahap perencanaan dilakukan pengumpulan dan analisis data guna mengidentifikasi kendala dan permasalahan, potensi dan peluang pembangunan dan tantangan. Atas dasar ini, kemudian ditetapkan tujuan dan target pengelolaan atau pemanfaatan dan kebijakan serta strategi dan pemilihan struktur implementasi untuk mencapai tujuan tersebut.
Oleh karena tujuan ICZM adalah mewujudkan pembangunan kawasan pesisir secara berkelanjutan maka keterpaduan dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan pesisir dan laut mencakup empat aspek, yaitu : (a) keterpaduan wilayah/ekologis; (b) keterpaduan sektor; (c) keterpaduan disiplin ilmu; dan (d) keterpaduan stakeholder. Dengan kata lain, penetapan komposisi dan laju/tingkat kegiatan pembangunan pesisir yang optimal akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang dapat dirasakan oleh segenap stakeholders secara adil dan berkelanjutan. Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu pada dasarnya merupakan suatu proses. Dengan demikian terlihat bahwa pendekatan keterpaduan pengelolaan/pemanfaatan kawasan pesisir dan laut menjadi sangat penting, sehingga diharapkan dapat terwujud one plan dan one management serta tercapai pembangunan yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Secara skematik kerangka konsep studi disajikan pada Gambar dibawah.
Organization Chart
1.       penataan dan perencanaan
(identifikasi dan analisis permasalahan, pemilihan strategi)           
2.       formulasi
(pengamanan dana)
3.       Implementasi ( kegiatan pembangunan, pengakuan kebijakan)
4.       Evaluasi (analisis kemajuan dan permasalahan)
Text Box: ICZM 
( Integrated coastal zone management)Dengan adanya system atau perencanaan pembangunan agar tidak ada yang dirugikan. Biasanya masyarakat pesisir selalu mengalami bencana dikarenakan kondisi keadaan mereka sudah tercemar akibat ulah mereka sendiri. Namun apabila pemerintah ikut turun tangan dan ambil peduli masalah ini kemungkinan daerah pesisir akan menjadi surge bagi mereka di sana. Di karimun masyarakat yang tinggal didaerah tersebut diberikan bantuan yang dikenal  dana CD (community development) yang mana mereka diberikan uang atas pencemaran yang mereka dapat, sebenarnya itu bukan suatu jalan penyelesaian untuk mengatasi masalah daerah pesisir.
Dengan adanya skema diatas dapat dijadikan manfaat dan gambaran bagi kita semua bagaimana menangi masalah yang selama ini belum pernah terfikir oleh yang menjalankan kebijakan, apa yang harus dilakukan semula membuat perencanaan, kemudian dilanjutkan dengan formulasi atau dana dari mana untuk  membuat program ini akan terlaksana, implementasi yaitu melakukan kegiatan setelah kita mempunyai perencanaan yang didukung dengan keuangan setelah terlaksana kita evaluasi apakah bisa dijalankan untuk seterusnya atau tidak. Itu semua harus berani dilaksanakan.
Untuk peningkatan mutu atau kemajuan suatu daerah haruslah membutuhkan dana, kita lihat sana sini di kabupaten karimun melakukan pembangun seperti membuat jalan pesisir dengan tujuan mempermudah lalu lintas darat, tapi itu harus difikirkan kembali apakah ada dampaknya bagi masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir semakin terdesak dengan pembangunan sehingga banyak diantara mereka menjadi pengangguran, disamping itu ekosistem pantai sudah tak seindah dulu lagi. Dengan adanya program ICZM mudah-mudahan kita yang ada didaerah perbatasan dan pesisir pantai terselamat dari abrasi air laut, pencemaran air pantai, dan sebagainya.

IV. KONSEP PENGELOLAAN
A.                        STRATEGI PENGELOLAAN TERPADU
Wilayah pesisir dan laut merupakan tatanan ekosistem yang memiliki hubungan sangat erat dengan daerah lahan atas (upland) baik melalui aliran air sungai, air permukaan (run off) maupun air tanah (ground water), dan dengan aktifitas manusia. Keterkaitan tersebut menyebabkan terbentuknya kompleksitas dan kerentanan di wilayah pesisir. Secara konsepsual, hubungan tersebut dapat digambarkan dalam keterkaitan antara lingkunagn darat (bumi), lingkungan laut, dan aktifitas manusia, seperti gambar dibawah ini.

Pengelolaan wilayah pesisir terpadu dinyatakan sebagai proses pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan serta ruang dengan mengindahkan aspek konservasi dan keberlanjutannya. Adapun konteks keterpaduan meliputi dimensi sektor, ekologis, hirarki pemerintahan, antar bangsa/Negara, dan disiplin ilmu.
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu penting dilakukan mengingat banyaknya kegiatan-kegiatan yang dapat diimplementasikan, sehingga perlu dirumuskan suatu konsep penataan ruang (trategic plan) serta berbagai pilihan objek pembangunan yang serasi. Dalam konteks ini maka keterpaduan pengelolaan wilayah pesisir sekurangnya mengandung 3 dimensi : sektoral, bidang ilmu dan keterkaitan ekologis.
Keterpaduan secara sektoral di wilayah pesisir berarti diperlukan adanya suatu kooordinasi tugas, wewenang, dan tanggung jawab antar sektor atau instansi (horizontal integration); dan antar tingkat pemerintahan dari mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten, propinsi sampai pemerintah pusat (vertical integration). Sedangkan keterpaduan sudut pandang keilmuan mensyaratkan bahwa dalam pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan atas dasar interdisiplin ilmu (interdisciplinary approaches), yang melibatkan bidang ilmu ekonomi, ekologi, teknik, sosiologi, hukum, dan lainnya yang relevan. Hal ini wajar dilakukan mengingat wilayah pesisir pada dasarnya terdiri dari system soaial dan system alam yang terjalin secara kompleks dan dinamis.
Wilayah pesisir yang tersusun dari berbagai macam ekosistem itu satu sama lain saling terkait dan tidak berdiri sendiri. Perubahan atau kerusakan yang menimpa suatu ekosistem akan menimpa pula ekosistem lainnya. Selain itu wilayah pesisir , juga dipengaruhi oleh kegiatan manusia maupun proses-proses alamiah yang terdapat di kawasan sekitarnya dan lahan atas (upland areas) maupun laut lepas (oceans). Kondisi empiris di wilayah pesisir ini mensyaratkan bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu harus memperhatikan segenap keterkaitan ekologis (ecological linkages) yang dapat mempengaruhi suatu wilayah pesisir. Nuansa keterpaduan tersebut perlu diterapkan sejak tahap perencanaan sampai evaluasi mengingat bahwa suatu pengelolaan terdiri dari 3 tahap utama, yaitu prencanaan, implementasi, dan monitoring/evaluasi.

A.                STRATEGI PENGELOLAAN BERKELANJUTAN
Dari batasan di atas jelas bahwa pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu menghendaki adanya kesamaan visi antar stakeholders. Menyadari arti penting visi pengelolaan itu, maka perlu dipelopori perumusan visi bersama seperti terwujudnya pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan yang didukung oleh peningkatan kualitas sumberdaya manusia, penataan dan penegakan hukum, serta penataan ruang untuk terwujudnya peningkatan kesejahteraan rakyat. Mengacu pada visi tersebut maka strategi pengelolaan wilayah pesisir terpadu dan berkelanjutan harus memperhatikan aspek sumberdaya manusia, hukum, tata ruang, dan kesejahteraan bersama.
Strategi pengelolaan wilayah pesisir akan difokuskan untuk menangani isu utama yaitu konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir, yang secara simultan juga berkaitan dengan penanganan isu yang lain. Pemikiran dasar dalam perumusan strategi pengelolaan ini meliputi keberlanjutan (sustainability), perlindungan dan pelestariaan, pengembangan, pemerataan, dan komunikasi. Dari pemikiran ini, dirumuskan strategi pengelolaan yang mengakomodasi nilai-nilai, isu-isu, dan visi pengelolaan.
Penggambaran utuh mengenai alur perumusan strategi pengelolaan menunjukkan bahwa strategi pengelolaan memiliki keterkaitan ke belakang dan ke depan. Pada level operasional, strategi diterjemahkan dalam bentuk program aksi, yang pada gilirannya berfungsi sebagai umpan balik dalam menilai keberhasilan pengelolaan pesisir terpadu serta perbaikan di masa mendatang umpan balik tersebut sangat penting sebagai penyedia kemampuan learning process. Oleh karena itu, strategi pengelolaan wilayah pesisir dirumuskan bersifat siklikal.
Strategi pengelolaan pesisir yang difokuskan untuk menangani isu konflik pemanfaatan ruang adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi pengguna ruang dan kebutuhannya.
2. Penyusunan rencana tata ruang pesisir.
3. Penetapan sempadan pantai dan penanaman mangrove.
4. Pengendalian reklamasi pantai.
5. Pengetatan baku mutu limbah dan manajemen persampahan
6. Penataan permukiman kumuh
7. Perbaikan sistem drainase
8. Penegakan hukum secara konsistem
Tujuan pengelolaan adalah mengatasi konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir, sehingga terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan. Adapun target pengelolaan adalah teratasinya permasalahan turunan dari konflik pemanfaatan ruang, melalui partisipasi masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah secara terpadu yang didukung penegakan hukum secara konsisten, yaitu:
1. Tersusun dan dipatuhinya tata ruang wilayah pesisir
2. Terkendalinya reklamasi pantai,
3. Terkendalinya pencemaran perairan,
4. Tertatanya permukiman kumuh,
5. Kembalinya sempadan pantai dan rehabilitasi mangrove.
6. Terkendalinya masalah banjir.
7. Terkendalinya masalah abrasi.
8. Terkendalinya sedimentasi.
Salah satu faktor penyubur terjadinya konflik serta mempercepat kerusakan sumberdaya pesisir adalah lemahnya koordinasi antar lembaga terkait. Untuk mengatasi kondisi tersebut harus dilakukan peningkatan koordinasi kelembagaan yang melibatkan dinas/instansi daerah seperti Bappeda, Perikanan dan Kelautan, Pariwisata, Industri dan Perdagangan, Perhubungan dan kepelabuhan, BPN, dan lain-lain. Upaya yang harus dilakukan adalah menghilangkan ego sektor dengan penegasan kembali fungsi dan kewenangan masing-masing dinas/instansi terkait, serta harus ada selalu diadakan rapat-rapat koordinasi untuk membicarakan berbagai hal yang menyangkut pengelolaan wilayah pesisir itu sendiri.
Di samping kelembagaan pemerintah, peran kelembagaan legislatif, masyarakat/LSM, serta dunia usaha adalah penting dan harus terlibat dalam pengelolaan, utamanya pada tataran perencanaan dan monitoring/evaluasi. Dengan demikian akan tercipta suatu pengelolaan terpadu yang melibatkan pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha yang menuju kea rah pembangunan berkelanjutan.

III.             PENUTUP
Berbagai kegiatan atau faktor yang dilakukan manusia maupun yang disebabkan oleh alam memiliki potensi mengancam ekosistem wilayah pesisir Aneka pemanfaatan di wilayah pesisir sesungguhnya dilakukan untuk menjawab tantangan pembangunan yang memerlukan rumusan perencanaan terpadu dan berkelanjutan.
Banyaknya limbah domestik dan tingginya tingkat sedimentasi yang masuk ke dalam wilayah pesisir, perlu dilakukan suatu bentuk pengendalian, pencemaran limbah dan pengaturan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Hal ini merupakan masalah kritis, sehingga perlu dilakukan tindakan langsung baik secara hukum formal maupun hukum adat untuk menciptakan pengendalian terhadap kegiatan-kegiatan yang dapat merusak lingkungan.
Untuk menangani masalah tersebut, maka perlu dirumuskan suatu penataan ruang, pengelolaan dan pengusahaan kawasan wilayah pesisir yang memiliki dimensi keterpaduan ekologis, sektoral, disiplin ilmu serta keterpaduan antar stakeholders, sehingga tujuan pembangunan berkelanjutan dapat tercapai yaitu pertumbuhan ekonomi, perbaikan kualitas lingkungan serta adanya kepedulian antar generasi.




DAFTAR PUSTAKA
Cicin-Sain and R.W.Knecht. 1988. Integrated Coastal and Marine Management. Island Pres, Washington DC.
Pres, Washington DC. R., J Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, PT.Pradnya Paramita, Jakarta.
Dahuri,R. 1999. Pengelolaan Wilayah Pesisir dalam Kontek Pengembangan Kota Pantai dan Kawasan Pantai Secara Berkelanjutan. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Kemaritiman, Jakarta.
Kay, R. And J. Alder. 1999. Coastal Planning and Management. E & FN Spon. London.
Internet. 2011, profil kabupaten karimun. Penkab. Karimun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar